Puasa dan Kesejahteraan Hidup Bersama

Oleh Dr.KH. Waryono Abdul Ghafur,M.Ag.
(Wakil Rektor Bidang III UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Manusia lahir dan hadir di dunia diberi modal berupa akal dan alat tubuh yang menunjangnya, seperti tangan, kaki, mulut, telinga, mata dan lain-lain. Dengan modal dan instrumen tersebut, manusia diberi kehormatan oleh Allah untuk menjadi khalifah-Nya sebagai pengelola bumi dan isinya. Hanya saja, berbeda dengan hewan, manusia membutuhkan proses yang relatif panjang dan cenderung kompleks untuk dapat mandiri dan bertahan hidup.
Akal dan beberapa anggota tubuhnya membutuhkan kekuatan penyangga agar fungsional dan dapat menjalankan fungsi kekhilafahan. Kekuatan penyangga itu berupa hal-hal yang bersifat material, seperti makanan dan minuman dan hal-hal yang bersifat nonmaterial, seperti pendidikan dan spiritualitas. Itulah yang disebut kebutuhan manusia.
Kebutuhan tersebut ada yang dapat dipenuhi sendiri dan lebih banyak yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Hal ini dapat dimengerti karena tidak semua manusia memiliki kemampuan dan keahlian untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Karena itu bukan suatu kebetulan bila secara natural, Tuhan pun telah menciptakan manusia sebagai makhluk interdependensi, saling bergantung satu sama lainnya dan makhluk budaya, yakni makhluk yang kreatif untuk memenuhi, mengatasi dan mengurangi berbagai keterbatasannya dan untuk menyesuaikan diri dengan alam dan perkembangan di sekitarnya. Kesaling-ketergantungan ini semakin kongkrit, karena ternyata tidak semua manusia memiliki keberfungsian sosial dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Realitas menunjukkan bahwa ada individu atau kelompok masyarakat yang masuk dalam kategori masyarakat yang dalam ilmu sosial disebut masyarakat penyandang masalah sosial, baik karena faktor internal maupun karena faktor eksternal, yang dalam bahasa Alquran disebut dengan menggunakan beberapa istilah seperti faqir, miskin, sa’ilin (para peminta-minta), mu’allaf, riqab (budak atau orang yang terikat dengan paksa dengan orang lain), al-mahrum (orang yang terhalang aksesnya terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik) dan lain-lain.
Realitas di atas dapat dijumpai di berbagai tempat, wilayah dan atau negara, meski yang paling mudah untuk mendapatkannya adalah di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar, mengapa ironi ini terjadi. Padahal, baik Alquran maupun hadis diyakini sebagai buku petunjuk untuk hidup lebih baik dan sejahtera, bukan saja di akhirat, tapi justru sejak di dunia ini.
Hal ini seperti digambarkan dalam ungkapan baldatun toyyibatun warabbun ghafur (QS Saba[34]:15). Ungkapan ini bukan hanya menggambarkan kesejahteraan secara material, tapi juga secara spiritual. Bahkan, masyarakat sejahtera bukan hanya cita-cita Alquran, tapi juga merupakan misi utama yang diemban oleh Nabi Muhammad untuk membimbing mewujudkannya.
Ramadan merupakan mekanisme Allah SWT untuk umat Islam khususnya agar mampu mewujudkan kesejahteraan bukan hanya secara material tapi juga spiritual secara bersama. Hal ini terjadi karena pada bulan ini relasi antar manusia betul-betul dalam bingkai saling menyayangi dan mencintai. Fenomena buka dan tarawih bersama yang diiringi dengan kultum dan diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat; kaya-miskin, tua-muda, laki-laki-perempuan, cukup sebagai bukti, bahwa suasana Ramadan sangat baik untuk dilestarikan dan ditradisikan. Model hubungan seperti inilah yang melahirkan kerja sama dan saling membantu.
Sikap dan rasa sayang akan mendorong perilaku yang baik dan bermanfaat serta akan menghentikan sifat dan sikap destruktif dan diskriminatif. Orang yang menghidupkan nilai ini akan terus berusaha menjadi orang yang memperbaiki diri dan berpartisipasi serta peduli untuk memperbaiki orang-orang di sekitarnya.
Ramadan betul-betul bulan untuk dapat mewujudkan kohesi sosial yang boleh jadi tercabik-cabik karena problem politik dan aliran keagamaan. Hal ini tampak dari kuatnya kebersamaan dan pengembalian funsi sosial setiap individu. Maka, bulan Ramadan juga dapat disebut sebagai bulan rekonsiliasi. Hal ini karena selalu ada kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan watak alami manusia yang selalu ingin membangun hubungan harmonis.
Artikel inidimuat pada Hikmah Ramadan Kedaulatan Rakyat, Rabu 7 Juni 2017.

Sumber:

Hakikat ilmu Psikologi

Berdasarkan sejarahnya, psikologi sebenernya berakar dari filosofi mengenai eksistensi manusia, dimulai dari tipe-tipe kepribadian manusia, serta bagaimana manusia berperilaku. Sebagaimana hampir semua disiplin ilmu yang ada sekarang, ilmu psikologi pada awal pengembangannya masih suka kecampur-campur konsepnya dengan banyak hal lain, terutama filsafat non-empirik. Seiring berjalannya waktu, ilmu psikologi semakin terlepas dengan konsep-konsep lain dan menjadi disiplin ilmu mandiri yang memiliki definisi yang jelas, indikator, serta tolak ukur yang bisa dikuantifikasi.

Secara singkat, ilmu psikologi bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Dalam proses perkembangannya, ilmu psikologi mengalami beberapa fase seiring dengan semakin bermunculannya teori baru yang saling mengoreksi, mengevaluasi, dan melengkapi satu sama lain. Hingga akhirnya, ilmu psikologi terus berupaya untuk dapat melihat "pola umum" untuk menjelaskan perilaku manusia yang kompleks.
Namun demikian, ilmu psikologi modern berkembang semakin pesat sejak menggandeng disiplin ilmu lain, yaitu neurologi yang basisnya dari dunia medis. Dengan pendekatan neurologi, para psikolog saat ini tidak hanya berpatokan pada "pola" yang diketahui dari serangkaian teori dan eksperimen sebelumnya, tapi juga bisa melihat langsung proses aktivitas otak manusia secara detil. Dengan melihat impuls listrik, syaraf, hormon, dan mekanisme biologis yang bekerja, para psikolog dapat melihat proses sesungguhnya dibalik aktivitas mental manusia yang kompleks, sehingga bisa melihat lebih mendalam tentang dinamika emosi manusia. Nah, penggabungan antar 2 disiplin ilmu ini, sekarang kita kenal dengan istilah neuropsikologi.
PS. Mungkin ada di antara lo yang penasaran apa bedanya psikiater dengan psikolog. Secara singkat psikolog memandang gangguan mental dengan menggali masalah individu tersebut secara mendalam, kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan terapi tanpa bantuan obat-obatan. Sementara psikiater memandang gangguan mental dari sudut pandang medis kedokteran, yang menyelesaikan masalah tersebut dengan pemberian terapi obat-obatan (farmakoterapi) yang notabene berlatar belakang kedokteran. Udah jelas kan pada bedanya?
Itulah kurang lebih, gambaran singkat hakikat dari ilmu psikologi. Nah, sekarang kita mulai masuk ke pembagian umum dalam kuliah psikologi.

Asas-asas Bimbingan dan Konseling

Apa kabar kawan? Semoga dalam keaadan sehat, baik kali ini saya mau ngasih tahu kepada kalian  tentang "Asas-asas Bimbingan dan Konseling" ya mungkin ada yang lupa atau ada yang belum tahu mengenai asas-asas bimbingan konseling, baiklah mari kita lihat

Dalam pemyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling harus memegang teguh kaidah-kaidah bimbingan dan konseling yang dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. Asas-asa bimbingan konseling sebagai berikut:
1.       Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, asas kerahasiaan ini merupakan kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak terutama klien sehingga klien akan memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.
2.       Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak konselor maupun dari pihak klien. Klien diharapkan secara sukarela tanpa ragu-ragu ataupun terpaksa menyampaikan masalah yang sedang dihadapinya, dan konselor juga hendaknya dapat memberi bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
3.       Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dipihak konselor maupun keterbukaan dipihak klien. Keterbukaan dari pihak konselor seperti kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien, sedangkan keterbukaan dari pihak klien seperti diharapkan pertama-tama dapat membuka diri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh konselor, dan mau menerima saran-saran dari konselor.
4.       Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan, bukan masalah yang sudah lampau, dan bukan juga masalah yang akan mungkin akan dialami dimasa yang akan datang. Dan kalaupun ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau atau masa depan, pembahasanya hanyalah merupakan latarbelakang atau latar depan dari masalah yang dihadapi.
5.       Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak tergantung kapada konselor jadi klien diharapkan dapat mandiri setelah dibantu oleh konselor.
6.       Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga klien mampu da mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah.
7.       Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dankonseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.
8.       Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, tidak serasi dan tidak terpadu justru akan menimbulkan maslah.
9.       Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hokum atau Negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari.
10.   Asas Keahlian
Pelayanan bmbingan dan konseling merupakan pelayanan professional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu. Oleh karena itu asas keahlian ini mengacu kepada klarifikasi konselor dan pengalaman konselor. jadi seorang konselor ahli harus benar-benar menguasaiteori dan praktek secara baik.
11.   Asas Alih Tangan
Dalam layanan bimbingan dan konseling, asas alih tangan dimaksudkan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat memindah tangankan kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Dan yang mana bahwa bimbingan dan konseling hanya memberikan bantuan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah criminal ataupun perdeta.
12.   Asas Tutwuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien lebih-lebih dilingkungan sekolah, yang mana layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun diluar proses bantuan bimbingan dan konselingpun hendaknya dirasakan adanya dan manfaat layanan bimbingan dan konseling itu.
(Priyatno dan Erman Anti, 1999: 115-120)

baik itulah kawan asas-asas bimbingan dan konseling, terimakasih telah membaca artikel saya dan semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kalian semua.

Gelisah Merajalela Solusi Berkata


Ketika pemilihan konsentrasi yang ada di BKI banyak sekali hal yang saya pertimbangkan untuk memilih antara konsentrasi pendidikan atau konsentrasi masyarakat. Sebenarnya kalau dari segi keilmuan saya lebih tertarik untuk memilih konsentrasi masyarakat karena di konsentrasi masyarakat pembahasannya lebih luas seperti masalah-masalah di kalangan sosial dan mengenai kepribadian orang dewasa dan lansia.
Yang mana materi mengenai kepribadian dewasa dan lansia tidak saya dapatkan ketika saya memilih konsentrasi pendidikan, yang jadi pemikiran saya ketika nanti saya bermasyarakat keilmuan mengenai dewasa dan lansia pun dibutuhkan dan dengan saya mempelajari kepribadian orang dewasa dan lansia itu akan mempermudah saya dalam bersosialisasi di masyarakat nantinya.
Sedangkan kalau untuk konsentrasi pendidikan sendiri ruang lingkupnya lebih spesifik yaitu hanya ruang lingkup sekolahan saja, dan mengenai kepribadian anak dan remaja, yang mana masa anak dan remaja sudah pernah saya lalui oleh karena itu misalkan saya terjun di masyarakatpun dengan saya tidak mempelajari kepribadian mengenai anak dan remaja pada saat di kampus saya sudah mengetahui gambaran mengenai kepribadian anak dan remaja melalui pengalaman saya.
Namun disisi lain dari lapangan pekerjaan konsentrasi pendidikan lebih jelas dan apalagi di daerah tempat saya tinggal, guru BK yang lulusan dari bk sendiri masih sedikit, kebanyakan guru di sekolah itu yang tidak memiliki banyak kegiatan kemudian dijadikan sebagai guru BK, dan hal itupun guru yang menjadi guru BK di satu sekolah masih seberapa tidak sesuai dengan realita kebutuhan.
Sedangkan untuk yang konsentrasi masyarakat dalam hal lapangan pekerjaan itu masih belum jelas, belum jelas disini maksudnya banyak lapangan pekerjaan yang bisa dimasuki seperti di panti, rumah sakit, KUA, dan masih banyak lagi. karena banyaknya pilihan yang bisa dijadikan tempat  bekerja sebenarnya itu mempermudah tetapi juga sekaligus membingungkan karena saya harus menentukan mana yang cocok buat saya. dan pekerjaan untuk lulusan konsentrasi masyarakat di daerah-daerah yang masih berkembang itu masih sangat minim keberadaannya dan banyaknya di daerah perkotaan.
Tetapi apabila saya memilih konsentrasi pendidikan, saya berkemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan di bidang pendidikan (sekolah) ataupun di bidang sosial. apabila saya mau melamar pekerjaan di bidang pendidikan (sekolah) karena memang saya lulusan BKI walaupun memang title saya S.Sos tetapi apabila saya dapat meyakinkan orang yang menerima untuk menjadi guru tersebut maka bukan tidak mungkin saya dapat menjadi guru BK di sekolah yang saya tuju.
Sedangkan apabila saya mau melamar di bidang sosial karena memang title saya nantinya adalah S.Sos dengan berbekal title S.Sos mungkin saja saya mendapatkan pekerjaan di bidang sosial meskipun memang saya tidak pernah mendapatkan ilmu yang berbau tentang masalah-masalah sosisal tetapi saya bisa mempelajarinya seiring berjalannya waktu, dengan dasar pemikiran seperti itu saya lebih memilih konsentrasi pendidikan.
Disisi lain juga pada saat saya menentukan jurusan ketika awal perkuliahan orang tua saya berpikir bahwasannya saya nantinya akan berproses di kampus untuk menjadi seorang guru BK bukan menjadi pegawai sosial, hal ini pula mendorong saya untuk memilih konsentrasi pendidikan.
Muatan saya mengenai pendidikan di semester sekarang semakin memadai, ya meskipun saya belum mengetahui sepenuhnya tentang BK tetapi setidaknya saya sudah mempunyai gambaran untuk kedepannya bila mana saya bekerja menjadi guru BK di sekolah nantinya. Tetapi hal ini tidak serta merta memberikan rasa cukup bagi diri saya untuk merasa puas dengan apa yang sudah saya punyai mengenai ilmu tentang ke-BK-an sekarang, melainkan saya akan terus mencari keilmuan tentang ke-bk-an untuk kedepannya, karena apabila saya sudah merasa puas dengan apa yang sudah saya punyai sekarang kemungkinan besar saya tidak dapat berkembang lagi untuk kedepannya dan kalaupun saya berkembang itupun hanya sedikit.
Disisi lain dengan muatan saya mengenai pendidikan pada semester sekarang semakin memadai, hal ini pula membuat saya mulai timbul rasa percaya diri untuk nantinya saya bekerja dibidang bk sekolah walaupun sebenarnya banyak sekali hambatan yang akan menghalangi saya untuk nantinya menjadi guru BK, seperti hambatan dari segi title, persaingan dengan BK murni apabila saya mau bekerja di sekolah yang berada dibaawah naungan diknas.
Tetapi dengan adanya hambatan tersebut saya tidak akan menyerah begitu saja melainkan saya akan mencari bagaimana jalan keluarnya baik itu dari segi title maupun dari segi persaingan dengan BK murni, mungkin ada saja yang meragukan saya untuk menjadi guru BK di salah satu sekolah tujuan saya nantinya karena saya bertitle S.Sos, ataupun yang menganggap saya kalah saing dengan orang-orang yang lulusan dari BK murni.Tetapi hal itu hanya anggapan mereka semata yang penting saya bisa membuktikan bahwa saya itu bisa. apalagi sekolah yang bisa dijadikan saya tempat bekerja bukan hanya beberapa sekolah saja melainkan banyak sekali sekolah yang masih membutuhkan guru BK.
Dengan berbagai macam matakuliah yang sudah pernah saya ikuti dan yang sedang saya ikuti telah memberikan banyak sekali informasi buat saya, sehingga saat ini saya lebih mengenal tentang seluk beluk BK disekolah, baik itu pekerjaan maupun problematika yang harus dihadapi oleh guru BK nantinya.
Begitu juga mengenai informasi terkait konsentrasi yang ada di BKI baik itu konsentrasi pendidikan ataupun konsentrasi masyarakat, yang mana untuk angkatan saya masih menggunakan kurikulum 2013 yang mana pada kurikulum tersebut masih terdapat pembagian konsentrasi baik itu konsentrasi pendidikan ataupun konsentrasi masyarakat dari situ pula hal ini tidak memupuskan niat mahasiswa bki yang pada awalnya ingin berorientasi di bidang pendidikan / sekolah. berbeda halnya dengan angkatan 2016 yang mana angkatan 2016 sudah memakai kurikulum KKNI hal ini mengakibatkan konsentrasi yang ada pada prodi bimbingan dan konseling hanya memiliki konsentrasi masyarakat hal ini kembali seperti semula menjadi bimbingan dan penyuluhan islam.
Dengan adanya hal itu saya merasa sangat beruntung dari pada mahasiswa angkatan 2016 oleh karena itu saya sangat bersyukur meskipun tetap dengan saya memasuki konsentrasi pendidikan belum tentu juga saya dapat masuk dengan mudah untuk menjadi guru BK disekolah, tetapi setidaknya saya masih memiliki secerca harapan untuk menjadi guru BK di sekolah dan mewujudkan keinginan saya untuk menjadi guru nantinya.
Tetapi disisi lain juga saya merasa kasihan kepada adik angkatan saya yang mana kebanyakan dari mereka memilih prodi BKI pada saat pendaftaran karena mereka ingin menjadi guru BK disekolah nantinya bukan menjadi pegawai sosial, hal ini tentu sangat memberikan dampak kekecewaan bagi mereka yang berorientasi sebagai guru BK.
Dengan adanya ketidak jelasan ini tidak serta merta membuat saya minder ataupun gelisah nantinya, yang mana hal ini malah memberikan saya opsi lain apabila jalan saya untuk menjadi guru bk disekolah terhalang karena title saya yang menunjukan saya sarjana sosial, saya masih memiliki opsi lain yaitu dengan menjadi pegawai sosial, dengan berbekal memiliki title sarjana sosial saya akan mencoba melamar menjadi pegawai sosial tetapi apabila jalan saya menjadi guru BK sudah benar-benar tidak bisa lagi, apalagi lowongan pekerjaan di bidang sosial sangat banyak tentu tidak menjadi kekhawatiran bagi saya untuk menatap masa depan, meskipun apabila saya menjadi pegawai sosial saya tidak memiliki bekal keilmuan yang mumpuni dibidang sosial tetapi keilmuan tersebut bisa saya pelajari seiring berjalannya waktu.
Semangat tak kenal lelah merupakan dasar perjuangan saya untuk menatap masa depan, yang mana dengan semangat ini semoga menjadikan saya terus berjuang dan berjuang tidak pernah menyerah dengan berbagai keadaan yang siap menghambat saya di masa yang akan dating.
Tetap percaya diri dan jangan pernah gelisah dengan apa yang sudah saya pilih sebelumnya termasuk pemilihan prodi BKI dan pemilihan konsentrasi pendidikan, meskipun bila nantinya saya tidak menjadi seorang guru melainkan menjadi pegawai sosial saya tidak merasa gelisah dan saya tidak merasa rugi dengan keilmuan yang saya pelajari mengenai seluk beluk tentang BKI konsentrasi pendidikan, karena setiap keilmuan yang saya pelajari tidak akan ada ilmu yang tidak bermanfaat jadi semuanya pasti bermanfaat.
Harapan saya terhadap prodi bki yaitu membantu dan mempermudah para mahasiswa yang ingin mendapatkan pekerjaan menjadi guru BK di sekolah, tetapi bukan hanya guru BK honorer melainkan guru BK disekolah-sekolah negeri baik itu sekolah yang dibawah naungan diknas maupun dibawah kementrian agama.
Menjadi guru BK di sekolah negeri yang menjadi tujuan saya, hal ini bukan tanpa alasan karena guru honorer gaji yang diterimanya sangat minim hal itu tidak sebanding dengan kebutuhan masa kini yang bertambah mahal baik itu kebutuhan sandang pangan maupun papan. Sedangkan apabila saya menjadi guru BK di sekolah negeri yang nantinya bisa mendaftar menjadi PNS untuk masalah gaji akan lebih stabil dan lebih memadai setidaknya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Harapan saya yang lain yaitu para petinggi prodi dapat memastikan nama dari prodi itu sendiri baik itu bki atau bpi dan diharapkan nama itu tidak berubah-ubah lagi untuk kedepannya seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya, karena hal itu akan memberikan dampak kesalahpahaman dan kekecewaan bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan karirnya dibidang bki atau bpi.